Geser Ke Bawah untuk baca artikel
Hukum dan Kriminal

Perempuan Sulewana Melawan Solusi Palsu Energi Terbarukan PLTA Poso

45
×

Perempuan Sulewana Melawan Solusi Palsu Energi Terbarukan PLTA Poso

Sebarkan artikel ini
Masyarakat bersama Solidaritas Perempuan Sintuwu Raya Poso dan WALHI Sulawesi Tengah menuntut Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) milik perusahaan Kalla Group (PT Poso Energy).

POTRET SULTENG-Puluhan perempuan dari desa Sulewana, Kabupaten Poso, Sulawesi tengah bersama dengan Solidaritas Perempuan Sintuwu Raya Poso dan WALHI Sulawesi Tengah melakukan aksi bersama, guna menuntut hak-hak masyarakat yang terdampak oleh aktifitas pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) milik perusahaan Kalla Group (PT Poso Energy).

Selaku masyarakat setempat, Ibu Malvin Baduge mengaku hampir kurang lebih sepuluh tahun mereka menderita akibat dampak dari pembangunan PLTA Poso itu, belum lagi pihak perusahaan yang tidak mersepon tuntutan mereka.

“Kami hanya di anggap sebagai orang bodoh, perempuan bodoh yang kesana kemari. Padahal kami hanya ingin hak-hak kami sebagai perempuan yang terdampak itu bisa dipenuhi, seperti rumah kami, tembok dan pondasi sudah retak akibat aktifitas pengeboman sungai oleh perusahaan, juga sumber ekonomi kami yang terendam akibat perusahaan kalla group ini,” tegas dia.

Dia menyampaikan, sejak awal dimulainya pengerjaan mega proyek tersebut memang telah menimbulkan banyak polemik.

Misal, lebih lanjut, diawal proyek ini dibangun, melalui mekanisme analisa dampak lingkungan (AMDAL) yang amburadul, seperti dalam program penataan sungai yang tidak komprehensif dan kurang memenuhi ketentuan yang berlaku, juga praktik pemboman dalam air sungai, pembangunan jaringan SUTET-nya ke Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Selatan yang tanpa mengantongi AMDAL.

“Belum lagi menimbulkan masalah yang terus berkepanjangan seperti perampasan tanah, kerusakan lingkungan yang mengakibatkan pemiskinan terhadap warga sekitaran sungai Poso,” jelasnya.

Selain itu, Ketua Badan Eksekutif SP Sintuwu Raya Poso, Nia Sudin mengatakan transisi energi, menuju energi baru terbarukan dengan misal mengahdirkan PLTA Poso adalah solusi palsu yang ditawarkan oleh negara.

“Karena kenyataannya pembangunan mega proyek energi terbarukan ini, malah menimbulkan konflik agraria, dampak sosial ekonomi secara terus menerus di masyarakat, khususnya perempuan yang ada di wilayah pembangunan PLTA Poso, tidak hanya itu tapi kehadiran mega proyek ini juga tidak luput dari dampak lingkungan dan ekosistem yang dihadirkan,” bebernya.

Sebelumnya juga langkah yang telah ditempuh oleh masyarakat sudah berlangsung secara terus menerus, untuk berupaya mendesak pihak perusahan menindaklanjuti dampak yang mereka timbulkan.

Seperti telah mengadukan laporan ke pihak KOMNAS HAM, kemudian ditindaklanjuti oleh KOMNAS HAM dengan mengunjungi rumah warga yang terdampak, atas dasar tersebut kemudian KOMNAS HAM akan melakukan mediasi bersama pihak perusahaan. Namun sampai saat ini tidak direspon oleh pihak perusahaan.

Sementara, Kepala Advokasi dan Kampanye WALHI Sulteng, Aulia Hakim menyebut dampak dari pembangunan dan industri yang dirasakan oleh masyarakat serta perempuan Sulewana hari ini, adalah bentuk dari keberpihakan negara terhadap padat modal.

Dia menambahkan bahwa transisi energi terbarukan yang diklaim ramah lingkungan oleh pemerintah tidak lain hanyalah tipu belaka saja, sebab hadirnya PLTA Poso yang telah banyak meberikan dampak lingkungan terhadap jantung rimba didataran Poso.

“Serta pemberian izin dan pengawalan terhadap investasi kotor adalah watak yang belum berubah di pemerintahan kita, sehingga tidak ada political will terhadap keberlanjutan ekologi,” tutupnya.

Secara khusus Perempuan Sulewana mendesak pihak PT Poso Energi:

  1. Melaksanakan tanggung jawabnya dengan secepatnya merealiisasikan ganti kerugian terhadap kerusakan rumah warga desa Sulewana akibat aktifitas pembangunan PLTA Poso.
  2. Menghentikan aktifitas pengerukan dan pemboman dalamair sungai Poso
  3. Tidak melakukan intimidasi dan atau PHK sepihak terhadap pekerja dari warga yang melakukan protes.

Tinggalkan Balasan