POTRET SULTENG-Warga Lingkar Tambang bekerjasama dengan Koalisi Petisi Palu Donggala dan Bioskop Todea menggelar Pemutaran Film di Halaman Gedung Serbaguna, Kelurahan Buluri, Kota Palu, Jumat (21/06/2024) Malam.
Pemutaran film ini dirangkaikan dengan diskusi yang bertajuk “Dampak Debu Galian C, Siapa Yang Bertanggungjawab?”.
Dalam sambutannya Zikra dari Bioskop Todea mengatakan bahwa tiga film yang akan diputar dalam kegiatan itu sebelumnya pernah diputar dalam beberapa kegiatan.
“Tiga film ini berjudul Gula dan Pasir, Tanah Emas kemudian kabar dari amal,” kata Zikran.
Menurut Zikran bahwa Film ini sudah sampai ke mancanegara.
“Iya film ini pernah juga diputar di luar negeri,” sambung dia.
Secara garis besar tiga film itu menceritakan dampak dari perusahaan pertambangan terhadap lingkungan hidup maupun warga yang berada disekitarnya.
Setelah pemutaran film dilanjutkan dengan diskusi yang dihadiri oleh berbagai pihak pihak.
Direktur Yayasan Tanah Merdeka (YTM) Ricard Labiro mengatakan bahwa perusahaan seringkali abai terhadap lingkungan hidup termasuk juga kepada buruh.
“Perusahaan itu, kalau diawal masuk sering menjanjikan kesejahteraan tetapi kenyataannya membuat warga menderita,” ungkap Ricard.
Selanjutnya, kata Ricard bahwa pengusaha tambang seringkali meninggalkan masalah tanpa bertanggungjawab.
“Misalnya di Buluri ini, padahal sudah jelas persoalan debu adalah tanggung jawab perusahaan tetapi mereka lepas tangan,” sambung Ricard.
Sementara itu, Koordinator JATAM Sulteng Taufik mengatakan bahwa pemerintah bertindak seolah menjadi hubungan masyarakat perusahaan.
Satu contoh ketika salah satu instansi mengatakan bahwa ISPA yang ada di lingkar tambangan belum tentu dampak Debu. Hal ini mengisyaratkan bahwa pemerintah seperti juru bicara perusahaan.
Harusnya menurut Taufik instansi tersebut membuat satu penelitian yang berkaitan dengan kondisi yang terjadi dimasyarakat saat ini.
” Diskusi-diskusi seperti ini penting kita lakukan sebagai upaya kita untuk berkonsolidasi,” tutup Upik.
Kemudian Arman Seli perwakilan warga menjelaskan bahwa saat ini Buluri terancam dalam hal kerusakan lingkungan hidup maupun kesehatan yang terganggu.
“Rusaknya lingkungan tidak sebanding dengan apa yang kita dapatkan saat ini. Tanpa disadari bahwa kita sedang mewariskan air mata kepada anak cucu kita di kemudian hari,” keluh Arman.
Saat ini paling urgent yang harus dilakukan adalah memastikan sumber mata air tetap terjaga.
“Ekosistem lokal, seperti mata air uwentumbu terancam sehingga hal ini perlu kita lakukan langkah-langkah kongrit.
Termasuk juga kualitas udara yang buruk menjadi bom waktu bagi kita,” ungkapnya.
“Polusi udara yang meningkat di sekitar lingkar tambang membuat kita seperti di bunuh pelan-pelan, kita lihat Data ISPA meningkat artinya bahwa masalah ini sangat serius,” terang Arman.
Arman berharap agar kedepan ada tindakan nyata dari berbagai pihak untuk menangani polusi udara yang menganggu kesehatan warga saat ini.
Sumber: Koalisi Petisi Palu-Donggala