Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Kota Palu menyatakan kesiapannya untuk mengawal kasus yang melibatkan Alya Anggraini, seorang siswa SMKN 2 Palu yang menghadapi tekanan dan intimidasi dari pihak sekolah setelah menyuarakan kritik terhadap dugaan pungutan liar (Pungli) yang terjadi di sekolahnya. Kasus ini menjadi sorotan publik setelah Alya memutuskan untuk ikut serta dalam aksi demonstrasi pada 24 Oktober 2024 di Kantor DPRD Sulteng, yang bertujuan untuk menuntut penyelesaian atas permasalahan pungli di sekolahnya.
Pada 8 Januari 2025, Alya dipanggil untuk menghadiri rapat konsolidasi pengurus OSIS, yang dihadiri oleh kepala sekolah, wakasek, dan pengurus OSIS lainnya. Dalam rapat tersebut, kepala sekolah memutuskan untuk mencabut SK kepengurusan Alya sebagai Ketua OSIS dan menuduhnya melakukan pelanggaran berat, di antaranya terlibat dalam aksi demonstrasi, mencemarkan nama baik sekolah, dan memprovokasi ketua OSIS lainnya di Kota Palu.
Alya Anggraini, yang merasa tuduhan tersebut tidak berdasar, memilih untuk tidak meminta maaf dan menegaskan bahwa ia hanya menjalankan tugas sebagai Ketua OSIS dengan menyuarakan aspirasi siswa. “Saya merasa tidak bersalah. Jika saya diminta minta maaf, seharusnya pihak sekolah yang meminta maaf terlebih dahulu kepada saya,” ujar Alya.
Pada 14 Januari 2025, orangtua Alya diundang untuk mengikuti mediasi di sekolah. Namun, menurut Alya, pertemuan tersebut tidak berlangsung dengan baik dan justru berujung pada tekanan agar ia meminta maaf. Meskipun demikian, Alya tetap menolak untuk meminta maaf dan mempertahankan sikapnya.
Alya kemudian melaporkan kasus ini ke Dinas Pendidikan dan menyerahkan bukti berupa rekaman intimidasi yang ia terima. Dinas Pendidikan akhirnya memutuskan bahwa Alya tetap bersekolah seperti biasa. Namun, dalam rapat yang diadakan oleh Dinas Pendidikan, pihak sekolah menyatakan bahwa Alya yang meminta untuk pindah sekolah, sebuah pernyataan yang dibantah oleh Alya.
Sebagai respons terhadap permasalahan ini, Jalal Arianza, Ketua LMND Kota Palu, menyatakan bahwa LMND siap mengawal kasus ini hingga ada hasil dari Inspektorat. “Kami mendukung penuh perjuangan Alya Anggraini dalam menyuarakan kebenaran. Ini bukan hanya masalah individu, tetapi juga mencerminkan kebobrokan sistem pendidikan yang menekan suara siswa. Seharusnya, pihak sekolah lebih terbuka terhadap kritik dan aspirasi siswa,” ujar Jalal.
Jalal juga menekankan bahwa jika memang kepala sekolah terbukti melakukan kesalahan, langkah tegas harus diambil, termasuk mempertimbangkan pemecatan kepala sekolah tersebut. “Kami akan terus mengawal kasus ini dan memastikan bahwa hak-hak siswa dihormati. Pihak sekolah harus bertanggung jawab atas tindakan yang tidak adil terhadap Alya,” lanjutnya.
LMND berharap agar kasus ini menjadi pelajaran berharga bagi pihak sekolah dan seluruh institusi pendidikan di Indonesia. “Sekolah seharusnya menjadi tempat yang mendukung siswa untuk berkembang, termasuk dalam menyampaikan pendapat dan kritik secara konstruktif. Kami berharap kejadian seperti ini tidak terulang lagi kepada siswa lainnya,” tutup Jalal.
Dengan dukungan dari LMND dan masyarakat, diharapkan kasus ini dapat membuka ruang bagi perbaikan dalam sistem pendidikan, yang lebih transparan dan memberikan perlindungan bagi siswa yang berani bersuara.