Geser Ke Bawah untuk baca artikel
NasionalSosial Budaya

Relokasi Warga Rempang Batam Makin Memanas, Ketua BEM Ini Angkat Bicara

29
×

Relokasi Warga Rempang Batam Makin Memanas, Ketua BEM Ini Angkat Bicara

Sebarkan artikel ini

POTRET SULTENG – Problematika relokasi warga Rempang, Kota Batam Provinsi Kepulauan Riau kian mencuat ke publik buntut dari adanya tindakan represif yang dilakukan oleh aparat kepolisian.

Sebelumnya, juru bicara BP Batam Ariastuty Sirait, melaporkan bahwa warga enggan pindah karena sudah bertahun-tahun tinggal di tanah tersebut. Nantinya mereka akan menerima tunai sampai pemukiman baru selesai dibangun dan sekitar 700 keluarga akan direlokasi pada tahap pertama.

Sementara, Juru Bicara Masyarakat Adat Tempatan (Keramat), Suardi mengatakan penolakan tersebut bukan didasarkan atas persoalan biaya ganti-rugi rumah. Menurutnya, warga menolak rencana itu lantaran kampung tersebut bernilai sejarah dan telah ditempati ratusan tahun silam.

Penolakan pun datang dari berbagai penjuru, salah satunya dari Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ekonomi Universitas Abdul Azis Lamadjido, Kota Palu, Wirayudha.

Dia mengatakan perencanaan eco-city tersebut tidak partisipatif terhadap masyarakat adat, sehingga wajar saja jika masyarakat menolak.

“melihat bahwa perencanaan eco-city yang dari awal tidak partisipatif pada suara masyarakat adat, sehingga menjadi sebuah hal yang wajar jika masyarakat menolak pembangunan tersebut. karena memang program tersebut belum di setujui oleh masyarakat,” jelasnya, Kamis (14/9/23).

Yudha mengatakan, aparat kepolisian tidak berpihak kepada masyarakat, kepolisian bergerak untuk melancarkan investasi.

“Kemudian apa yang dilakukan oleh aparat bukan untuk melindungi masyarakat, tindakan mereka memang dilakukan untuk memperlancar investasi dan tentunya dapat menggusur masyarakat adat,” tuturnya.

Wirayudha berikan pandangannya sebagai mahasiswa kurang sepakat dengan proyek yang dicanangkan, karena proyek tersebut tidak tersosialisasi dengan baik kepada masyarakat.

Dalam hal ini, kata dia, pandangan saya sebagai seorang mahasiswa kurang sepakat dengan proyek yang sedang di canangkan oleh pemerintah mengenai pembangunan eco-city di pulau Rempang.

“Saya kurang sepakat dengan proyek yang dicanangkan tersebut, mengingat bahwa proyek tersebut tidak tersosialisasi dengan baik kepada masyarakat dan dapat mengancam wilayah adat. Terkait wilayah adat pada dasarnya sudah di atur dalam “Pasal 18 B UUD 1945 mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesi,” tandasnya.

Tinggalkan Balasan