Geser Ke Bawah untuk baca artikel
Sosial Budaya

Masyarakat Pertanyakan Kehadiran PLTA Bongka Touna, Untuk Siapa?

103
×

Masyarakat Pertanyakan Kehadiran PLTA Bongka Touna, Untuk Siapa?

Sebarkan artikel ini

TOUNA, POTRET SULTENG – Pemerintah Indonesia dalam beberapa pernyataannya menyatakan bahwa, Indonesia tengah menjalankan transisi energi yang ramah terhadap lingkungan.

Khususnya di Sulawesi Tengah, terdapat beberapa megaproyek energi yang berbasis bisnis, yang di klaim pemerintah sebagai salah satu bentuk nyata komitmennya terhadap menjaga keberlanjutan lingkungan dan mencegah perubahan iklim.

Salah satunya ialah pembangkit listrik tenaga air (PLTA), seperti PLTA Poso dan beberapa PLTA yang di bangun termasuk PLTA Bongka di Tojo Una-una yang akan di kerjakan melalui kerjasama dengan padat modal dari Korea Selatan.

Baca Juga: GMNI Kecam Tindakan Kekerasan Seksual di Touna

Kebutuhan energi yang telah berkecukupan di berbagai daerah menjadikan pertanyaan besar terhadap beberapa proyek PLTA yang akan di bangun.

Sebelumnya, Pemerintah Sulteng melalui Gubernur Rusdy Mastura, pada 7 Oktober 2022, melakukan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) bersama dengan konsorsium perusahaan yang bakal mengerjakan usaha bisnis energi PLTA Bongka.

Antara lain: K-Woter, DL E&C, dan PT Bongka Nova Energi di Deanjhong, Korea Selatan.

Pembangunan megaproyek energi yang melibatkan modal multinasional ini, telah mendapatkan respon dari berbagai kalangan di masyarakat yang merasa terancam ruang ekonominya jika proyek pembangunan PLTA itu terbangun.

Baca Juga: Bawaslu Touna Himbau Parpol Yang Gelar Deklarasi Patuhi Aturan

“Kehadiran rencana pembangunan PLTA Bongka ini menjadi tanda tanya besar di kita masyarakat Ulubongka, apakah listrik yang dihasilkan oleh PLTA ini akan diprioritaskan terhadap masyarakat sekitar dan Touna atau hanya kepentingan bisnis semata,” ucap, tokoh masyarakat Idrus Dulah.

Masalahnya, kata dia, kami masyarakat Ulubongka tidak pernah dilibatkan secara keseluruhan dalam rencana kerja pembangunan proyek PLTA ini.

Diketahui, pembangunan PLTA Bongka tersebut bakal mencaplok desa-desa di sepanjang sungai Bongka, terdapat desa Kasiala yang berada tepat di tempat pembangunan Bendungan PLTA, dan juga direncanakan akan direlokasi oleh pihak perusahaan.

Selain itu, terdapat desa Takibangke yang juga berpotensi mencaplok lahan-lahan pertanian warga setempat. Kemudian, terdapat desa-desa di wilayah hilir, seperti Desa Paranonge, Watusongu, Bonebae 1, Rompi, Tobamau, Uekambuno, Bongka Makmur, Borneang, Bongka Koi, Boneabae II, Tampanombo, dan desa Cempa yang berada tepat di muara sungai Bongka.

Direktur Eksekutif Yayasan Toloka, Ais Bolango mengatakan pembangunan megaproyek PLTA Bongka ini harusnya lebih mengutamakan kepentingan masyarakat lokal, terutama soal keberlanjutan ekonomi rakyat dan keberlangsungan kondisi ekologis yang ada di hulu dan juga di hilir.

Menurut Ais, Ulubongka ini menjadi sentral wilayah tangkapan ikan (nike) yang mampu menghidupi warga Ulubongka juga seluruh warga kabupaten Touna. Sehingga proyek ini harusnya mampu menjamin apa yang dimakusd dengan energi yang adil dan lestari.

Sedangkan dalam catatan WALHI Sulteng, dengan berdalih Energi Baru Terbarukan (EBT), Pemerintah Daerah Sulawesi Tengah dan juga Pemerintah Pusat, telah melakukan kejahatan lingkungan dan juga pemiskinan terhadap warganya.

Kepala Advokasi WALHI Sulteng, Aulia Hakim menuturkan, terbukti ketika disatu sisi proyek energy dibangun seperti PLTA Poso, WALHI menganggap tidak ada kepentingan untuk warga, namun kepentingan industri.

Baca juga: Walhi Minta Hasil Uji Lab DLH Sulteng Soal Pencemaran Sungai Pondo Oleh PT CPM Dibuka Ke Publik

Juga proyek energi yang dibangun untuk memasok kebutuhan industri tambang terutama pemurnian tambang di Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat dan Sulawesi Tengah.

Menurut Aulia, pemerintah harusnya belajar dari proyek PLTA sebelumnya yang telah dibangun di Sulteng, misal PLTA Poso, yang telah terbukti bukan menjadi jawaban dari transisi energi melainkan keuntungan modal semata.

“Perampasan lahan, kerusakan ekologis dan penghilangan identitas lokal adalah kesalahan fatal yang dilakukan pemerintah saat ini. Transisi energy yang didorong oleh pemerintah saat ini telah terbukti gagal,” tandasnya

Tinggalkan Balasan