Geser Ke Bawah untuk baca artikel
Sosial Budaya

Antisipasi Dampak El Nino, Yayasan Ekonesia Harap Pemda Sulteng Ambil Langkah Luar Biasa

26
×

Antisipasi Dampak El Nino, Yayasan Ekonesia Harap Pemda Sulteng Ambil Langkah Luar Biasa

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi dampak El Nino atau Fenomena pemanasan suhu muka laut.

POTRET SULTENG-Yayasan Ekologi Nusantara Lestari (EKONESIA) berharap Pemerintah Daerah Sulawesi Tengah (Sulteng) mengambil langkah luar biasa untuk mengendalikan dampak perubahan iklim di sektor pertanian.

Hal ini menyusul adanya Fenomena pemanasan suhu muka laut atau disebut El Nino yang diperkirakan terjadi pada awal September hingga Oktober 2023.

Direktur Ekonesia Azmi Sirajuddin mengatakan, langkah tersebut bisa dilakukan seperti mengintensifkan ketersediaan sumber air untuk irigasi lahan pertanian.

Fenomena El Nino yang berkepanjangan ini, ungkap Direktur Ekonesia Azmi Sirajuddin diharapkan tidak dipandang sebelah mata oleh berbagai pihak termasuk pemerintah.

“Mengingat musim kemarau yang berkepanjangan adalah dampak perubahan iklim secara global. Sehingga, terjadi perubahan cuaca iklim ekstrim, termasuk bergesernya kalender tanam di sektor pertanian,” ujarnya, Sabtu.

Melansir dari Dinas Tanaman Pangan Dan Hortikultura Provinsi Sulteng, hingga akhir tahun 2022, luas lahan pertanian terutama areal sawah seluas 222.718 hektar, dengan potensi luas panen mencapai 211.582 hektar. Adapun produksi gabah kering hingga akhir tahun 2022 mencapai 771.525 ton, jika dikonversi ke beras mencapai 450.548 ton. Sedangkan tingkat konsumsi beras Sulteng per tahun mencapai 363.838 ton. Artinya masih ada surplus beras per tahunnya sebesar 86.710 ton beras yang bersumber dari petani lokal.

Azmi menyebut, kondisi itu bisa saja berubah secara tajam, jika kekeringan panjang tidak dibarengi dengan intensitas dan kontinuitas mitigasi perubahan iklim di tingkat pemerintah daerah.

“Intinya, mitigasi iklim sektor pertanian mesti intensif dan kontinuitas, juga mesti selaras dengan mitigasi di sektor lain. Misalnya, sektor penggalian atau pertambangan yang secara ekstraktif terus membuka lahan berhutan, sehingga memicu dampak luas terhadap kekeringan berkepanjangan di daerah ini,” tutup Azmi.

Tinggalkan Balasan