Geser Ke Bawah untuk baca artikel
Politik

Polarisasi Calon Sebagai Pendidikan Politik: Menyongsong Pemilu 2024 dengan Cermat

79
×

Polarisasi Calon Sebagai Pendidikan Politik: Menyongsong Pemilu 2024 dengan Cermat

Sebarkan artikel ini
Koordinator Duta Damai Sulteng, Taslim Pakaya.

Oleh Taslim Pakaya, Koordinator Duta Damai Sulawesi Tengah

Potret Sulteng – Dalam persiapan menghadapi pesta demokrasi lima tahunan, Koordinator Duta Damai Sulteng, Taslim, menyoroti pentingnya melihat polarisasi calon sebagai elemen pendidikan politik.

Indonesia akan melaksanakan pesta demokrasi 5 tahun sekali pada 2024 mendatang, atau yang sering kita sebut dengan pemilihan umum Presiden, Wakil Presiden, DPD, DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, seperti yang di amanahkan oleh konstitusi pasal 22E.

Sejak Indonesia merdeka tercatat pemilu sudah dilaksanakan sebanyak 12 kali dengan berbagai macam tantangan pada setiap momentumnya, seperti Presiden dipilih oleh MPR.

Pemilu yang terdekat dengan perkembangan pemahaman politik masyarakat adalah pemilu 2019, menghadirkan dua pasangan calon sehingga membelah kehidupan sosial masyarakat dengan perkataan cebong dan kampret. namun perdebatan ini usai setelah capres yang kalah masuk dalam kabinet kerja pemenang.

jika mengambil pembelajaran fakta sejarah, bahwa elit politik selalu berkompromi dalam politik apabila memiliki kepentingan yang sama, walaupun dalam pelaksanaan pemilu tampak bermusuhan atau saling berlawanan. Seperti pemilu 2009, PDI Perjuangan berkoalisi dengan Gerindra yang mencalonkan Megawati sebagai Calon Presiden dan Prabowo Subianto sebagai Calon Wakil Presiden.

Pemilu 2014 dan 2019 Prabowo sebagai Calon Presiden yang di usung oleh Gerindra berhadapan dengan PDIP yang mencalonkan Joko Widodo. Pemilu 2019 memenangkan Joko Widodo Presiden dan Ma’ruf Amin sebagai Wakil Presiden dan Prabowo Subianto masuk sebagai salah satu menteri kabinet kerja sampai hari ini.

Fakta tersebut seharusnya menjadi pembelajaran bagi masyarakat indonesia bahwa “perselingkuhan” politik sesama elit di negeri ini sudah sering terjadi setiap momentum pemilu, terkadang saling berlawanan namun suatu saat bisa saling berkawan apabila bersepakat dengan kepentingan yang sama.

sejarah sudah memberikan pembelajaran setiap pesta demokrasi berlangsung. polarisasi klaim kebenaran oleh masing-masing Paslon hari ini haruslah dimaknai sebagai panggung pendidikan politik bukan ajang menghadirkan fanatisme, sentimen yang berujung pada permusuhan sesama anak bangsa.

menyambut pemilu 2024 haruslah terlaksana secara damai agar cita-cita semua masyarakat Indonesia menghadirkan pemimpin dan perwakilan yang dapat membawa kesejahteraan bagi masyarakat Indonesia. Hal itu dapat tercapai membutuhkan keterlibatan semua masyarakat Indonesia.

Tinggalkan Balasan