Geser Ke Bawah untuk baca artikel
Politik

Menjadi Negarawan Atas Putusan MK Terkait Perselisihan Hasil Pemilu 2024

×

Menjadi Negarawan Atas Putusan MK Terkait Perselisihan Hasil Pemilu 2024

Sebarkan artikel ini
Taslim Pakaya, Koordinator Duta Damai Sulteng. Aset: Istimewa

Babak akhir Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, yaitu penetapan hasil sengketa pemilu oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada hari ini Senin (22/4). Putusan ini bersifat final dan banding. Artinya bahwa sifat putusan MK adalah langsung dapat dilaksanakan. Sebab, proses peradilan MK merupakan proses peradilan yang pertama dan terakhir. setelah mendapat putusan, tidak ada lagi forum peradilan yang dapat ditempuh. Dengan demikian, putusan MK juga tidak dapat dan tidak ada peluang untuk mengajukan upaya hukum lagi

Koordinator Duta Damai Sulawesi Tengah (Sulteng), Taslim Pakaya, mengatakan salah satu kewenangan MK termaktub pada konstitusi Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 adalah mutus perselisihan hasil pemilihan umum seperti yang sedang di proses saat ini. Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya proses sengketa pemilu 2024 sangat menyita perhatian karena hakim MK memanggil kabinet kerja Presiden untuk dimintai keterangan.

Pada proses ini Taslim menghadirkan tiga pandangan. Pertama, menganggap bahwa apa yang dilakukan oleh MK hanya sebagai obat penenang atas tuduhan dan ketidakpercayaan orang terhadap hakim MK karena diberikannya sangsi etik. Jadi, setelah diputuskannya sengketa para pihak yang menggugat tidak merasa bahwa hakim tidak profesional dalam memutus perkara karena semua keinginan dari pihak penggugat telah di penuhi.

Kedua, melihat bahwa hakim akan memutus perkara bukan hanya atas dasar angka-angka hasil pemilu namun atas kecurangan lainnya yang di anggap memenangkan salah satu paslon. pendapat sering dikenal dengan penerapan hukum progresif. Hal ini makin diyakini setelah hakim MK memanggil beberapa menteri untuk memberikan keterangan.

Ketiga, bahwa hakim diminta memutus perkara atas dasar kewenangannya yaitu perselisihan hasil pemilu tidak di luar itu sesuai dengan mandat konstitusi karena pelanggaran pemilu lainnya sudah ada lembaga yang berwewenang sesuai aturan berlaku

Menurut alumni Fakultas Hukum Untad ini, Itu hanya sekedar pandangannya atas perdebatan yang terjadi pada proses persidangan hasil pemilu di MK. Kebenarannya tergantung masing-masing individu atau kelompok yang melihatnya tentu dibarengi dengan fakta yang terjadi. Dari semua perdebatan di atas tentu dapat mempengaruhi psikologi masyarakat Indonesia lebih khususnya adalah pendukung para pihak baik pemohon atau pihak terkait.

Bukan hal yang mudah untuk menerima hasil yang akan diputuskan oleh MK, karena perjuangan yang dilakukan begitu panjang pastilah sangat melelahkan karena menguras energi dan pembiayaan. Bagi kelompk terkait apabila diputuskan bahwa keterangan mereka yang dibenarkan oleh MK pastilah akan riang gembira menerimanya, begitupun pihak pemohon akan merasa senang jika MK memutus kebenaran itu terletak pada apa yang pemohon dalilkan.

Suka atau tidak tentu akan terus menghadirkan perdebatan tidak berkesudahan. Namun yang harus disadari bahwa salah satu fungsi dari negara hukum, adalah permasalahan yang terjadi di selesai kan secara terlembaga dengan kata lain ruang pengadilan. Agar tidak terjadi hukum rimba yang berakibat keonaran atas klaim kebenaran para pendukung.

Atas dasar itulah sebagai warga negara yang baik atas kesepakatan bersama, bahwa Indonesia adalah negara hukum memiliki kepercayaan bahwa ruang peradilan yang diperankan oleh para hakim, menerapkan tujuan hukum yaitu keadlin, kepastian, dan kemanfaatan. Sehingga semua warga negara diharapkan dapat menerima apapun hasil yang di putuskan oleh mahkamah konstitusi yang memiliki prinsip final dan banding.

“Tentu tidak mudah untuk diterima, tapi harus tetap dipatuhi dan dijalani sebagai jiwa kenegarawanan,” tutup Taslim yang juga demisioner Ketua Cabang PMII Palu 2019-2021.