POTRET SULTENG-Sepanjang tahun 2023 Solidaritas Perempuan (SP) mendampingi sebanyak 10 kasus Perempuan Buruh Migran (PBM), dari kasus yang didampingi, tujuh orang berhasil dipulangkan ke daerah asalnya.
Menurut Staf Divisi Perlindungan Perempuan Buruh Migran SP Palu Yana, sebanyak 5 kasus sudah sampai pada tahap litigasi pelaporan ke Polda Sulteng. Adapun jenis kasus yang dilaporkan ke SP Palu, sebanyak 8 kasus yaitu merupakan kasus indikasi trafficking.
“Dimana tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dilakukan dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat,” ujarnya, Kamis, (2/11/2023).
Sehingga, kata dia, memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang tersebut sesuai dengan definisi Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Dari tindakan tersebut mengakibatkan kerugian kepada korban, baik secara mental dan materil.
“Sementara 1 kasus lainnya merupakan kasus eksploitasi di negara penempatan (Malaysia) dan 1 kasus overstay pada penempatan (Arab saudi),” ungkapnya.
Yana menerangkan, beberapa PBM yang telah dipulangkan yaitu inisial T asal Sigi dipulangkan pada bulan Desember tahun 2022.
Kemudian, inisial F asal Sigi pada tanggal 19 Mei 2023, inisial I asal Parigi moutong pada tanggal 13 Juni 2023, inisial S asal Sigi pada tanggal 10 September 2023, dan inisial S asal Sigi pada tanggal 07 Oktober 2023.
“Sebanyak 5 kasus dari 10 kasus yang terlapor di SP Palu tersebut telah diproses secara litigasi, 2 diantaranya masih mengupayakan untuk memulangkan PBM yang berada di negara Timur Tengah,”jelasnya.
Sementara itu, kata Yana, Inisial R yang merupakan korban Indikasi trafficking, diberangkatkan ke timur tengah pada tahun 2022, mendapatkan pekerjaan tidak sesuai dengan apa yang dijanjikan.
Lanjutnya, R bekerja hampir 23 jam dalam sehari, R juga mendapatkan kekerasan verbal dan fisik sehingga mengakibatkan. Karena kekerasan yang didapatkan R sehingga memutuskan untuk kabur dari rumah majikan. Dalam perjalanan kabur R bertemu dengan polisi, sehingga R ditahan pada salah satu tahanan di kota Arab Saudi.
“Sampai saat ini keluarga dan pendamping SP Palu belum mendapatkan informasi yang lengkap terkait dimana dan kapan R akan dibebaskan serta dipulangkan ke daerah Asal,” terangnya.
Sedangkan, ucap Yana, Inisial S ke Arab Saudi bekerja sebagai perawat di salah satu rumah sakit swasta pada tahun 1990 dan pada tahun 2016 S di PHK dari tempat ia bekerja.
Sejak tahun itu S berpikir untuk kembali ke negara asal. Tetapi S terkendala dengan berkas suaminya yang berkewarganegaraan palestina dan mendapatkan visa dari kedutaan mesir, disisi lain suami S juga sedang sakit parah stroke sehingga tidak dapat bergerak seluruh badan,” bebernya.
Yana mengungkapkan, dari pernikahan ini pula PBM S dikarunia seorang anak perempuan, yang kewarganegaraanya belum bisa dipastikan apakah mengikuti ibu atau ayahnya. Pada tahun 2023 bulan Agustus SP Palu mendapat kabar bahwa suami S telah meninggal dunia, sehingga S memantapkan diri untuk segera pulang ke tanah air.
“Hanya saja melalui beberapa kali proses audiensi PBM mendapatkan kendala kurangnya dana, dimana PBM diharuskan membayar iqamah (izin tinggal di Arab Saudi) yang sudah menunggak sebesar lebih kurang 20 juta rupiah. Besar harapan keluarga untuk segera bertemu keluarganya yang sekarang masih berada di Negara Timur Tengah,” kata Yana.
Menurut keterangan Yana, proses pemulangan para PBM tersebut dapat terlaksana dengan kerjasama dan koordinasi yang baik antara Solidaritas Perempuan Palu dan Solidaritas Perempuan yang berada di Sekretariat Nasional dengan lembaga pemerintahan terkait.
Adapun beberapa lembaga pemerintah yang dimaksud yaitu diantaranya Balai Pelayanan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) di daerah maupun nasional, POLDA Sulawesi Tengah, POLRES Kabupaten Sigi, Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Sigi, Kementerian Ketenagakerjaan, KBRI, KJRI, PWNI BHI, KOMNAS HAM, dan KOMNAS Perempuan.
Yana mengatakan, meskipun dalam proses pemenuhan hak dan tuntutan pelapor menemui berbagai kendala dan tantangan yang menyebabkan lamanya proses pemenuhan tuntutan pelapor.
Olehnya, Yana menyampaikan bahwa koordinasi yang terus dilakukan dan tidak terputusnya informasi di lembaga-lembaga terkait saat pergantian jabatan penting dilakukan.
Hal tersebut agar upaya penanganan kasus yang sudah dilakukan bersama tidak terputus. sehingga pemenuhan hak-hak PBM bisa terlaksana dengan lebih cepat.
Perlu diketahui, Solidaritas Perempuan (SP) merupakan organisasi perempuan di Indonesia yang sejak tahun 1990 berjuang dengan visi mewujudkan tatanan sosial yang demokratis dan berkeadilan bagi perempuan dan laki-laki dalam akses dan kontrol terhadap ekonomi, politik, sosial dan budaya.
Solidaritas Perempuan tersebar di 12 komunitas, salah satu komunitas Solidaritas Perempuan Palu di Sulawesi Tengah yang konsisten memperjuangkan hak-hak Perempuan Buruh Migran (PBM) atau biasa juga disebut Perempuan Pekerja Migran Indonesia (PPMI)) dan anggota keluarganya.***