Geser Ke Bawah untuk baca artikel
Hukum dan Kriminal

Sikap Politik Tuan Ketum Tidak Meneladani Aswaja dan Asas Menjadi Hakim Yang Baik

×

Sikap Politik Tuan Ketum Tidak Meneladani Aswaja dan Asas Menjadi Hakim Yang Baik

Sebarkan artikel ini
Taslim (Ketua PC PMII Palu periode 2019-2021).

Penulis : Taslim (Ketua PC PMII Palu periode 2019-2021)

POTRET SULTENG-Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PC PMII) Kota Palu sedang menghadapi ujian besar setelah pelaksanaan konferensi cabang menghadirkan dua kepengurusan cabang. Secara sederhana di maknai bahwa PC PMII Palu terpecah menjadi dua kepengurusan dan bentuk pengakuannya atas keputusan Pengurus Besar (PB) PMII.

Secara lokal masalah ini tidak dapat terselesaikan maka mengharap sikap tuan ketum untuk mencari solusinya. Tulisan ini ingin mengukur sikap PB PMII dalam menyelesaikan masalah melalui pendekatan hukum, Aswaja dan politik.

Beberapa hari kemarin beredar flayer pelantikan dan SK yang di keluarkan oleh PB PMII terhadap kepengurusan cabang Versi A. itu berarti pengakuan pengurus yang sah oleh PB PMII adalah pengurus Versi A. Versi A berarti pengibaratan kepengurusan.

Jika dilihat dari produk hukum PMII tidak ada satu pasal yang dapat menyelesaikan permasalahan yang ada. Namun, dengan tidak adanya aturan bukan berarti tuan ketum menyelesaikan masalah secara Semborono. Dalam pelaksanaan organisasi PB PMII dapat mengeluarkan aturan di bawah AD/ART dan PO melalui pleno kepengurusan dan rapat internal lainnya yang ketetapannya memiliki kekuatan hukum.

Masalah ini meletakan tuan ketum sebagai hakim maka hukum positif mengenal verhandlungsmaxime atau hakim bersifat aktif dan pasif. Aktif bermakna hakim membantu para pihak untuk mendapatkan kebenaran. Dalam prosesi ini tuan ketum tidak menerapkan asas yang harus di jalankan hakim.

Islam juga mengajarkan kriteria menjadi seorang hakim seperti yang di contohkan Rasulullah SAW ketika ada dua kabilah bertikai mengklaim kebenaran siapa yang pantas mengangkat Hajar Aswad lalu Nabi Muhammad SAW mengambil jalan tengah. Islam juga mensyaratkan seorang hakim harus mendengar artinya hakim tidak tuli bisa mendengarkan kedua bela pihak yang berperkara. Sikap tuan ketum dalam penyelesaian masalah PC PMII Kota Palu sangat jauh dari nilai Ahlusunah Wal Jamaah yang di contohkan oleh Rasulullah dalam menyelesaikan masalah melibatkan dua pihak.

Maka penulis menilai tuan ketum dalam menyelesaikan perkara PC PMII Kota Palu menggunakan pendekatan politik yang akhirnya akan memecah belah kader di tataran grosroot yang tuan ketum tidak merasakan mengurusinya.

Jika cara menyelesaikan perselisihan seperti tuan ketum tidak ada nilai yang dapat di contoh dan bahkan menghadirkan budaya sikap pemimpin yang tidak baik di internal PMII juga sedang mengumpulkan masalah-masalah yang berakibat perpecahan secara nasional.

Tulisan ini berangkat atas rasa kecintaan terhadap organisasi dengan terus memperjuangkan nilai kebaikan bukan atas dasar kebencian kepada siapapun.