Jelang peringatan Hari Tani tanggal 24 September 2024, Yayasan Ekologi Nusantara Lestari (EKONESIA) mendesak para kandidat kepala daerah yang akan bertarung di Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) tahun ini, agar fokus pada tujuan membangun, mengembangkan dan memperkuat sektor agraris.
Hal itu disampaikan oleh EKONESIA kepada awak media ini, Minggu, (21/9/2024).
Manajer Advokasi EKONESIA Yogi menyebutkan bahwa wilayah Sulawesi Tengah lebih tepat dibangun dengan konsep agraris yang lebih dekat dengan keseharian mayoritas rakyat, bukan perkebunan monokultur, maupun pertambangan.
“Total luas daratan dan perairan Sulawesi Tengah sekitar 6 juta hektar lebih atau sekitar 61.841,29 km2, seluruhnya adalah bentang alam agromaritim, karena itu lebih relevan jika sektor agraris maritim yang dikembangkan,” ujarnya.
Berdasarkan catatan EKONESIA, sektor agraris menopang lebih dari 70% struktur ketenagakerjaan di Sulawesi Tengah, yang mana dari lebih 3 juta populasi di daerah ini sekitar 80% atau lebih bekerja di sektor agraris, meliputi pertanian, kehutanan, perkebunan, peternakan dan perikanan.
Bahkan dari 1.839 desa di 13 Kabupaten dan Kota, lebih dari 700 desa berada di dalam dan sekitar hutan.
“Artinya, masyarakat kita umumnya yang tinggal di desa-desa sekitar hutan bertumpu pada sektor pertanian seperti meramu hasiil-hasil hutan bukan kayu (HHBK) misalnya damar, rotan, gaharu, madu, bambu dan bahan obat-obatan,” jelas Yogi
Selain itu, mereka juga mengembangkan agroforestri dengan pohon multi fungsi, misalnya Kemiri, Kelapa, Pinang, Durian, Nangka, Jengkol, Asam dan lainnya.
“Selain itu, sektor pertambangan tidak simultan meningkatkan pendapatan rumah tangga atau pendapatan per kapita penduduk, karena itu sektor ini harus di kritik dan di evaluasi secara menyeluruh, sebab berdampak serius terhadap pelanggaran hak asasi manusia terutama hak atas lingkungan yang baik dan sehat,” tambah Yogi.
Secara terpisah, Direktur Eksekutif EKONESIA Azmi Sirajuddin menyoroti tentang konflik agraria yang belakangan ini muncul terkait keberadaan Badan Bank Tanah di Lembah Napu, Poso.
“Tanah-tanah bekas HGU Hasfarm di Lembah Napu sebaiknya dikelola oleh Badan Bank Tanah untuk tujuan reforma agraria seperti amanah Konstitusi dan Undang-Undang Pokok Agraria, bukan untuk kebutuhan oligarki dan investasi,” sahut Azmi.