Geser Ke Bawah untuk baca artikel
Hukum dan Kriminal

Masyarakat Adat di Tahun Politik:Ditengah Hukum Refresif dan Cengkeraman Oligarki

×

Masyarakat Adat di Tahun Politik:Ditengah Hukum Refresif dan Cengkeraman Oligarki

Sebarkan artikel ini

POTRET SULTENG-Memburuknya situasi hukum dan kebijakan terkait Masyarakat Adat sepanjang tahun 2023, telah mengakibatkan 2.578.073 ha wilayah adat yang dirampas untuk kepentingan investasi dan bisnis atau pembangunan infrastruktur.

Data ini disampaikan oleh Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) dalam Catatan Tahun 2023. Perampasan wilayah adat yang terjadi, dibarengi dengan praktik kriminalisasi, dan kekerasan yang dialami Masyarakat Adat di Indonesia.

Sebagian besar perampasan wilayah adat tersebut disertai dengan kekerasan dan kriminalisasi yang menyebabkan 247 orang korban, 204 orang diantaranya luka-luka, 1 orang ditembak sampai meninggal dunia, dan kurang lebih 100 rumah Masyarakat Adat dihancurkan karena dianggap mendiami kawasan konservasi negara.

Catatan lain yang cukup ironis adalah kebijakan pemerintah untuk merespons krisis iklim melalui energi terbarukan dan karbon, justru berdampak buruk bagi Masyarakat Adat yang selama ini telah menjaga hutan dan alam. Berbagai wilayah adat yang dirampas, di antaranya adalah untuk kepentingan dua hal tersebut. .

“Pemerintah tak pernah memandang Masyarakat Adat sebagai aktor kunci dalam aksi mitigasi dan adaptasi krisis iklim,” ujar Sekjen AMAN Rukka Sombolinggi dalam keterangannya, Sabtu, (3/1/2024).

Dalam Perpres No 98/2021 Tentang Nilai Ekonomi Karbon, AMAN menilai bahwa karbon yang dihasilkan dari hutan yang selama ini dijaga dan dirawat oleh Masyarakat Adat, telah menjadi komoditas dagang yang dikuasai oleh pemerintah. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalu Peraturan No.14/2023 tentang Bursa Karbon mewajibkan entitas penyelenggara bursa karbon harus memiliki modal Rp100 miliar. Aturan ini dinilai telah mengeliminasi Masyarakat Adat sebagai bagian dari penyelenggara karbon.

“591,957 ha wilayah hutan yang menjadi bagian wilayah adat Masyarakat Adat Aru, Maluku, telah dikapling oleh Melchor Grup yang membangun Kerjasama dengan Medco Group sebagai pemegang izin IUPHHK-HTI dengan luas 170.000 hektar. Masyarakat Adat saat ini berada di tengah hukum refresif dan cengkeraman oligarki,” kata Rukka.

Dia juga menyampaikan, di sektor energi terbarukan juga tak jauh berbeda. Proyek geothermal di Pulau Flores telah menggusur 3.778 ha wilayah adat yang selama ini menjadi ruang hidup yang 14 komunitas Masyarakat Adat yang berdampak pada terancam hilangnya ruang hidup 4.506 Masyarakat Adat di Pocoleok, Manggarai, NTT.

Lebih lanjut, katanya, Pemilu 2024 minim pembicaraan tentang masyarakat adat. Bahkan, catatan Tahun 2023 AMAN yang dirilis pada awal Februari ini, juga menyoroti perhelatan Pemilu 2024 yang memberikan porsi sangat minim pada isu-isu Masyarakat Adat.

“Padahal, menurut data AMAN, setidaknya jumlah Masyarakat Adat di Indonesia mencapai 20 juta jiwa,” ungkapnya.

Dia menegaskan, AMAN menggarisbawahi, bahwa komitmen terhadap isu Masyarakat Adat adalah adanya pengakuan, penghormatan, dan pemenuhan hak-hak Masyarakat Adat. Namun, hal ini tidak muncul secara gamblang dalam visi dan misi para paslon Capres dan Cawapres.

“Isu Masyarakat Adat yang tercantum dalam visi-misi paslon Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar serta Ganjar Pranowo dan Mahfud MD dinilai masih belum menjawab masalah mendasar Masyarakat Adat,” terangnya.

Bahkan, dia menyebut AMAN tidak menemukan kata kunci “Masyarakat Adat“ di dalam dokumen visi-misi pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.

Contoh nyata, kata dia, tak pedulinya para Capres dan Cawapres adalah soal IKN. Di Pilpres 2024 ini, IKN menjadi pertarungan kepentingan dari para Capres dan Cawapres.

“Namun, mereka tak membicarakan dengan serius nasib kurang lebih 20 ribu warga Masyarakat Adat yang akan tergusur karena IKN,” pungkas Rukka.