Geser Ke Bawah untuk baca artikel
Hukum dan Kriminal

KPA Sulteng Berikan Dua Solusi Soal Konflik Agraria Bank Tanah Di Poso

193
×

KPA Sulteng Berikan Dua Solusi Soal Konflik Agraria Bank Tanah Di Poso

Sebarkan artikel ini
Koordinator Wilayah Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Sulteng, Doni Moidady

POTRET SULTENG-Koordinator Wilayah Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Sulteng, Doni Moidady memberikan dua solusi soal konflik agraria yang terjadi antara Bank Tanah di wilayah Kabupaten Poso dengan masyarakat setempat.

Sebelumnya, didalam rilis resmi website BANK TANAH disebutkan profil asset BANK TANAH yang diklaim di kabupaten Poso meliputi lima desa diantaranya, desa Alitupu, Winowanga, Maholo, Kalimongo dan desa Watutau yang mencakup wilayah administrasi kecamatan Lore Timur dan Lore Piore.

BANK TANAH juga mencakup wilayah eks Hak Guna Usaha seluas 7.740 ha, secara rinci BANK tanah mengkliam lahan seluas 4.079 ha sebagai tanah terlantar, juga mencaplok tanah masyarakat yang memilik alas hak seluas 224, 29 ha, serta tanah pemerintah seluas 12, 26 ha.

Patok Bank Tanah.

Menurut Donny, Bupati Poso memiliki kewenangan untuk memohon (menyurati) ke Kementrian ATR/BPN agar HGU Eks PT SIL, yang sudah habis masa berlakuya (kadaluarsa) diusulkan untuk tidak diperpanjang izin pinjam pakainya dan tidak dikuasai oleh Badan Bank Tanah, tetapi dimanfaatkan oleh petani yang menguasai lahan eks HGU tersebut.

“Petani yang kami maksud adalah petani-petani yang telah lama menguasai lahan tersebut berdasarkan klaim warisan turun-temurun dan tanah ulayat. Bukan kepemilikan pribadi/privat yang menguasai tanah luas (puluhan hektar). Contoh kongkrit seperti yang sudah dilakukan Pemerintah Kabupaten Sigi melalui Bupati yang tidak memperpanjang izin Eks HGU PT. Hasfarm di Desa Pombewe dan Desa Oloboju,” jelasnya.

Potret penguasaan lahan Badan Bank Tanah.

Kedua, Forum Petani Lamba Bersatu (FPLB) yang sudah terbentuk di Desa Watutau, Kecamatan Lore Piore harus melakukan gerakan sosial dari akar rumput. Seperti melakukan pemetaan subjek dan objek lahan yang telah dikuasai dan dimanfaatkan.

Lebih lanjut, hal tersebut menurutnya menjadi syarat utama jika lahan eks HGU PT SIL disetujui oleh ATR/BPN diberikan penguasaanya kepada Pemda Poso. Prinsip ini penting agar dinamika penguasaan lahan yang terjadi di lapangan dapat diketahui.

“Seringkali dilahan eks HGU marak terjadi tumpang tindih penguasaan lahan akibat jual-beli lahan yang terjadi. Lokasi-lokasi prioritas yang telah dipetakan oleh FPLB menjadi alat negosiasi bersama Badan Bank Tanah dan Pemerintah Poso,” bebernya.

Prinsip utamanya adalah petani yang menguasai dan memanfaatkan lahan tersebut diberi hak penguasaan oleh negara.

Tinggalkan Balasan

Ekonomi

POTRET SULTENG-Pemerintah Daerah Kabupaten Poso, melalui Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Poso, menggelar kegiatan gerakan pangan murah dan bantuan pangan. Pemberian bantuan pangan ini merupakan antisipasi, mitigasi dan pelaksanaan penanggulangan kekurangan…