Geser Ke Bawah untuk baca artikel
Hukum dan Kriminal

Gubernur Sulteng Bakal Taman Perdana di KPN Talaga, Ekonesia Pertanyaan Nasib Lahan Masyarakat

44
×

Gubernur Sulteng Bakal Taman Perdana di KPN Talaga, Ekonesia Pertanyaan Nasib Lahan Masyarakat

Sebarkan artikel ini
Lokasi Kawasan Pangan Nusantara (KPN) di Desa Talaga, Kabupaten Donggala.

POTRET SULTENG-Yayasan Ekologi Nusantara Lestari (EKONESIA) menyayangkan sikap Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah yang terburu-buru untuk melakukan penanaman perdana jagung, cabe dan kacang di lokasi Food Estate (kawasan pangan nusantara) di Desa Talaga, Kecamatan Dampelas, Donggala, yang rencananya akan dilakukan tanggal 9 Januari 2024.

Direktur Esekutif EKONESIA Azmi Sirajuddin menilai bahwa ada hal-hal mendasar yang lebih urgen diselesaikan terlebih dahulu sebelum ke fase penanaman perdana. Yang pertama, belum jelas dan terang terkait kedudukan tata kuasa di lahan seluas 1.123 hektar tersebut.

Misalnya, kata dia, bagaimana legal standing petani yang telah mendapatkan sertifikat hak milik (SHM) di dalam dan sekitar areal food estate itu.

“Apakah mereka memiliki kebebasan dalam penguasaan dan pemilikan terhadap tanah miliknya? Ataukah SHM tanah milik mereka sifatnya terikat kepada food estate? Hal ini yang belum jelas dan terang di masyarakat, terutama warga pemilik sertifikat,” ujarnya, Sabtu, (6/1/2024).

Yang kedua, berkaitan dengan tata kelola di dalam kawasan food estate tersebut. Misalnya, apakah model pengelolaannya berbentuk inti-plasma, bagi hasil, penyertaan investasi, koperasi tani, kemitraan atau seperti apa? Serta bentuk kelembagaan pengelola Food Estate ini juga belum jelas dan belum terang.

“Yang ketiga, terkait tata produksinya. Misalnya, apakah bibit atau benihnya berstandar lestari, organik, ataukah transgenik? Apakah penggunaan pestisida akan sepenuhnya digunakan atau kombinasi dengan pupuk organik? Dalam hal ini, EKONESIA menolak penggunaan bibit non lestari dan transgenik,” ungkapnya.

Yang keempat, berkenan dengan pemasaran pasca panen. Misalnya, apakah produk pertanian dari areal Food Estate itu akan diberi insentif harga yang lebih baik dibandingkan dengan produk di luar areal? Apakah pihak pengelola Food Estate juga akan berlaku adil terhadap petani dan produknya yang berasal dari luar areal?

Yang kelima, berkenan dengan penghormatan terhadap nilai dan kearifan lokal (local wisdom) yang hidup di tengah masyarakat. Misalnya, bagaimana kearifan lokal masyarakat lokal Dampelas di Talaga memposisikan areal “Batu” yang saat ini menjadi areal Food Estate, serta kawasan “Sitaru” di sebelah timur dan tenggara dari areal Food Estate sebagai lokasi perkebunan dan perladangan.

Mengingat, kata, dia, ada kondisi tanah areal “Batu” yang saat ini jadi lokasi Food Estate adalah tanah berbatu dan berpasir, sedangkan areal “Sitaru” yang kini statusnya kawasan Hutan Lindung (HL) adalah tanah subur.

Oleh karena itu, EKONESIA mendesak agar pemerintah provinsi menyelesaikan terlebih dahulu hal-hal yang belum jelas dan belum terang ini. Sehingga tidak menimbulkan tanda tanya besar di masyarakat.

“Seolah-olah dengan melakukan penanaman perdana di areal Food Estate akan menunjukan bahwa semua baik-baik saja. Padahal banyak hal di level tapak yang belum disampaikan secara terang benderang ke masyarakat,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan