POTRET SULTENG-Sebanyak 19 poin perubahan dalam revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (RUU Desa) telah disepakati oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR.
Salah satu poin yang menjadi sorotan yaitu terkait perpanjangan masa jabatan kepala desa (kades) dari 6 tahun menjadi 9 tahun.
Koordinator Aliansi Masyarakat Peduli Desa (AMPD) Kecamatan Bolano Lambunu, Parigi Moutong (Parimo), Yogi menilai penambahan masa jabatan kades sarat kepentingan politik menjelang Pemilu 2024.
Yogi juga menyinggung aksi unjuk rasa yang dilakukan para kades soal revisi UU Desa. Dia mengklaim tuntutan mereka (kades) perihal masa jabatan itu merupakan siasat politik di Pemilu mendatang.
“Jelas ini akan terlihat sebagai suatu siasat politik dari orang yang memiliki kepentingan atas Pemilu nanti, mengingat masyarakat desa sebagai basis pemilih tetap yang selama ini sangat berkontribusi dan menentukan hasil dari Pemilu dan Pemilukada,” ujarnya, Kamis, (6/7/2023).
Tak hanya politik, 9 tahun jabatan kades ini juga dinilai akan menimbulkan polemik di level masyarakat desa.
“Hal ini jelas membuat polemik di level masyarakat desa yang selama ini tidak sama sekali merasakan perubahan di desanya dengan kepala desa yang tidak memiliki orientasi untuk membangun desanya,” kata Yogi.
Selain itu, menurut aktivis Parimo ini perpanjangan masa jabatan kades justru membuat potensi korupsi semakin besar. Apalagi mengingat anggaran dana desa atau ADD juga naik.
“Penambahan masa jabatan dan ADD hanya akan menambah potensi korupsi yang sangat panjang terjadi di desa-desa,” jelasnya.
Olehnya, Yogi menegaskan bahwa kemajuan sebuah desa bukan diletakkan pada masa jabatan dan ADD. Melainkan kualitas dan kuantitas seorang pemimpin (kepala desa).
“Saya menantang pemerintah negara menghapus ADD untuk menguji apakah masih ada hasrat untuk menambah jabatan kades atau justru akan banyak kades yang akan mundur, karena tidak memiliki kapasitas dan kuliatas kepemimpinan yang baik,” tutupnya.