Geser Ke Bawah untuk baca artikel
Hukum dan Kriminal

Aliansi Pemberdayaan Masyarakat Lingkar Industri: Batalkan MoU Tukar Aset Sepihak Antara BTIIG/IHIP Dan Pemda Morowali

406
×

Aliansi Pemberdayaan Masyarakat Lingkar Industri: Batalkan MoU Tukar Aset Sepihak Antara BTIIG/IHIP Dan Pemda Morowali

Sebarkan artikel ini
Potret saat Masyarakat Desa Topogaro, Kecamatan Bungku Barat memblokade jalan di koridor Indonesia Huabao Industrial Park (IHIP).

POTRET SULTENG-Aliansi Pemberdayaan Masyarakat Lingkar Industri mendesak pembatalan MoU Tukar Aset yang dilakukan sepihak oleh Indonesia Huabao Industrial Park (IHIP) atau PT Buashao Taman Industry Invesment Group (BTIIG) dan Pemerintah Daerah Morowali, Sulawesi Tengah (Sulteng).

Mereka yang tergabung dalam aliansi ini yakni Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulteng, Yayasan Tanah Merdeka (YTM), Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Sulteng, dan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Sulteng.

Bukan hanya mereka, sejak 11 Juni 2024, Masyarakat Desa Topogaro, Kecamatan Bungku Barat juga telah mengambil sikap tegas dengan memblokade jalan di koridor Indonesia Huabao Industrial Park (IHIP).

Aksi tersebut merupakan respon terhadap MoU Tukar Aset yang dianggap merugikan, dilaksanakan sepihak oleh BTIIG dan Pemerintah Daerah Morowali. Masyarakat menegaskan bahwa blokade akan berlanjut sampai tuntutan pembatalan MoU ini terpenuhi.

Peristiwa ini terungkap melalui video yang menjadi viral, dimana Riski, perwakilan legal eksternal IHIP, terlihat membacakan MoU antara BTIIG dan Pemda Morowali. Dokumen tersebut berkaitan dengan pertukaran aset daerah yang terkait dengan proyek penimbunan bandara Morowali.

BTIIG mengklaim hak atas jalan Desa Topogaro berdasarkan MoU tersebut. Namun, masyarakat lokal menyatakan bahwa mereka tidak pernah diberikan informasi atau dilibatkan dalam kesepakatan itu.

Ketika perwakilan pemerintah desa mencoba memperoleh salinan MoU dan klarifikasi mengenai status jalan pada hari berikutnya, mereka ditolak oleh BTIIG yang menyatakan dokumen tersebut rahasia dan menegaskan kepemilikan sepenuhnya atas jalan Desa Topogaro-Folili sesuai dengan MoU tersebut.

Atas dasar itu, Aliansi Pemberdayaan Masyarakat Lingkar Industri mengambil sikap tegas meminta membatalkan MoU tersebut. Perwakilan Organisasi Masyarakat Sipil Sulteng dari Yayasan Tanah Merdeka (YTM), Richard Fernandez menilai bahwa MoU Tukar Aset sepihak antara BTIIG/IHIP dan Pemda Morowali sebagai contoh konkret dari perampasan tanah yang didorong oleh kebijakan pro-investasi asing, regulasi tanah yang lemah, dan ketidakjelasan hak kepemilikan lokal.

Menurutnya, tindakan itu mencerminkan praktik land grabbing yang menyalahi prinsip-prinsip hukum dan kebijakan yang adil.

“Kami menuntut pembatalan MoU ini, keterlibatan penuh DPRD dalam pengambilan keputusan terkait, serta penegakan hukum yang ketat untuk menjaga keadilan bagi Masyarakat Desa Topogaro,” tegas Richard.

Senada dengan itu, Wahana lingkungan Hidup Indoneisa (WALHI) Sulteng juga menilai bahwa pemerintah telah melanggengkan kejahatan stuktrural untuk mengakomodir kepentingan perusahaan Tiongkok dan untuk kepentingan pribadi dengan dalil kesejarahan rakyat.

Sisi lain, dalam proses mendorong perusahaan untuk beraktivitas, dia mengklaim bahwa masyarakat tidak pernah dilibatkan dan di tanyakan apakah setuju dan tidaknya masuknya perusahaan tersebut.

“Sehingga dilapangan terbukti praktik buruk yang telah dilakukan perusahaan ini ialah 36 hektar sawah yang terendam air sehingga hal tersebut berdampak langsug terhadap kepada petani,” jelas Pengkampanye Walhi Sulteng, Wandi.

Disisi lain sebagai tanggapan, BTIIG mengirim surat somasi kepada empat warga yang terlibat dalam blokade. Kejadian serupa juga terjadi sebelumnya, ketika petani yang tergabung dalam Aliansi Pemberdayaan Masyarakat Lingkar Industri memblokade jalan tani, yang berujung pada penerbitan surat penggunaan aset daerah oleh Dinas PU pada September 2023, yang kemudian dijadikan dasar somasi oleh BTIIG.

Menyikapi tindakan Pj Bupati Morowali dan pihak BTIIG yang terkesan sepihak dalam mengambil kebijakan serta diduga melakukan pelanggaran, yang mana dalam ketentuan Peraturan Perundang-Undangan yakni dalam Pasal 15 ayat (2) huruf d Peraturan Menteri Dalam Negeri (PERMENDGARI) Nomor 4 Tahun 2023 tentang Penjabat Gubernur, Penjabat Bupati dan Penjabat Wali Kota menjelaskan Pj Bupati dalam melaksanakan tugas dan wewenang dilarang membuat kebijakan yang bertentangan dengan kebijakan penyelenggaraan pemerintahan dan program pembangunan pejabat sebelumnya.

Selain itu, dia menyampaikan, mekanisme pelepasan atau pemindahtanganan aset daerah diduga tidak melibatkan DPRD Kabupaten Morowali sebagai bentuk peran pengawasan dalam setiap kebijakan daerah.

Selain Walhi Sulteng, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) juga akan berjuang bersama-sama dengan masyarakat yang sedang mempertahankan haknya.

“Solidaritas untuk Masyarakat Topogaro yang sedang mempertahankan haknya,” kata Kordinator Wilayah KPA, Doni Moidady.

Doni menegaskan, seharusnya Pemda Morowali berpihak kepada masyarakat Warga Desa Topogaro yang dijamin dalam konstitusi, apalagi ini terkait fasilitas umum atau publik.

“Pemda Morowali mestinya berpihak kepada Warga Desa Topogaro yang dijamin dalam konstitusi, apalagi ini terkait fasilitas umum atau publik,” tuturnya.

Sementara, Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Sulteng menilai tindakan yang dilakukan Pemda Morowali dan Perusahaan BTIG telah mengabaikan partisipasi masyarakat.

“Dalam pengambilan keputusan, seharusnya masyarakat dilibatkan, karena nantinya yang akan merasakan dampak dari aktivitas tersebut adalah masyarakat Desa Topogaro,” kata Juru Kampanye JATAM Sulteng, Tauhid.

Oleh karena itu, dikatakannya, perlu adanya keterbukaan informasi terkait MOU yang di lakukan oleh perusahaan dan Pemda Morowali.

“Maka dari itu, kami menyerukan transparansi dan keadilan dalam setiap proses pengambilan keputusan yang berdampak pada hak dan kehidupan warga,” ungkapnya.

Masyarakat berhak mendapatkan informasi yang transparan dan sosialisasi yang memadai sebelum terjadi perubahan yang signifikan dalam kehidupan mereka.

Mereka pun menolak segala kebijakan yang berpotensi melemahkan perjuangan serta hak-hak masyarakat lingkar industri.
Adapun beberapa desakan terhadap peristiwa tersebut.

  1. Pembatalan MoU yang dilakukan sepihak antara Pemda Morowali dan BTIIG/IHIP.
  2. DPRD Morowali agar proaktif dalam menjalankan fungsi pengawasan terkait tindakan yang dilakukan oleh Pj Bupati Morowali.
  3. Penegak hukum untuk menyelidiki dugaan gratifikasi yang melibatkan PJ Bupati Morowali.

Tinggalkan Balasan